Rabu, 19 September 2012

Sekelumit cerita tentang sahabat

Hari ini, tiba tiba saja kembali teringat seorang teman yang dulu pernah dekat denganku..namun sayangnya saat dia tutup usia, aku bahkan tak bertemu dengannya. Sedih kalo ingat ini, dan lebih sedih lagi jika mengingat perjalanan hidupnya. Tanpa bermaksud mengeksploitasi dan mendramatisir perjalanan hidupnya, aku ingin sedikit bercerita tentang rasa seorang wanita.
Aku mengenalnya kurang lebih tahun 2004 ( lupa persisnya), sejak itu kami dekat, sifatnya yang keibuan dan sabar dalam mendengarkan "curhatanku" membuatku merasa menemukan seorang "kakak". Dengan sabar dia akan menasehatiku, memberiku pencerahan. Satu nasehat yang sampai saat ini yang kuingat namun juga tak bisa kuterima sepenuh hati adalah " bahwa sebagai seorang wanita seharusnya aku bersikap lebih lembut dan lebih mengalah kepada laki-laki"...namun dulu selalu aku bantah...(maklum, sifat keras kepala dan tak mau kalah sepertinya sudah turunan hehe)...


Kami sering berganti cerita, suatu saat dia pernah bercerita bahwa dia tengah dekat dengan seorang laki-laki (kebetulan di umurnya yang sudah kepala tiga pada saat itu dia belum menikah)..setelah cerita panjang lebar ternyata laki laki yang dekat dengannya itu sudah berkeluarga alias suami orang. Pada saat itu juga aku langsung melontarkan ketidak setujuanku, aku memaparkan semua negatifnya (menurutku sama sekali tidak ada positifnya). Tapi dia hanya bilang dia pasrah saja, dia pasrah menjalani hidupnya. Duh...Tuhan, aku benar benar gregetan melihat kepasrahannya dalam menjalani hidup. Teman..memang benar takdir itu Tuhan yang menentukan..tapi bukankah Tuhan juga memberikan kita pilihan..dan memberikan kita kemampuan untuk berusaha...menurutku pasrah itu sama saja dengan putus asa...pasrah tidak juga jelek..pasrah akan bermakna positif jika kita sudah melakukan berbagai cara...akupun ga ingin berbicara dari sudut pandang agama, karena pengetahuan agama saya masih "minim"...
Kita harus mensyukuri hidup kita, tapi bukan berarti kita harus cepat puas dengan apa yang ada sekarang, karena sesungguhnya Tuhan masih memberikan kita beribu kesempatan untuk selangkah lebih maju. Kembali ke cerita teman saya, akhirnya...setelah hambatan datang dari keluarga si laki-laki, hubungan itu pun bubar..kembali dia menjalani hidupnya...terus terang, kalo untuk urusan pekerjaan, temen saya punya kredibilitas yang bagus, tapi untuk masalah laki-laki, menurut saya dia terlampau lemah, sehingga banyak yang memanfaatkan kelemahannya. Mungkin benar, sebagai perempuan, kita harus lembut dan mengalah...tapi jika itu justru menggerogoti hati kita, menyakiti perasaan kita..haruskah kita pasrah dan menutup mata..masihkah kita bilang kita percayakan hidup kita pada takdir...teman...kita dikaruniai akal untuk "fight" terhadap belitan masalah dalam hidup. Setiap kali bertemu..selalu itu masalah yang kami diskusikan, sampai suatu saat, dia datang ke rumah saya dengan membawa calon suaminya. Tentu saja aku senang, apalagi pada saat itu, laki laki itu menjelaskan identitasnya. Sebagai teman aku ikut bahagia..tapi jauh di sudut hatiku, ada hal di luar nalar yang aku tangkap sebagai kebohongan seorang laki-laki..tapi aku tak ingin menghancurkan kebahagiaan temanku dengan cerita cerita yang hanya berdasarkan kecurigaan semata. Waktu bergulir..kecurigaanku makin bertambah seiring seringnya kami bertemu, cerita cerita yang dibawa suaminya makin memperjelas kecurigaanku bahwa status yang dia ungkap selama ini sebenarnya cuma kebohongan...pada akhirnya, semua jelas terungkap dan yang hampir membuatku shock...ternyata temenku ini tahu siapa laki laki yang dia nikahi..statusnya apa dan pekerjaannya apa...tapi apa yang dia ucapkan..."ga pa pa kok mba...saya pasrah aja, saya terima dia apa adanya?"..What?? di satu sisi aku kagumi ketabahannya, (tapi ketabahan seperti apa yang diberikan kepada seorang laki laki "brengsek")...tidakkah itu  menyia nyiakan hidup namanya...tapi akhirnya aku hanya bisa menghormati pilihan hidupnya..sebagai teman tugasku sudah tuntas yaitu sebatas mengingatkan. Makin hari, badannya makin kurus, sedikitpun aku tak curiga bahwa diabetes tengah menggerogoti tubuhnya, aku pikir, badannya kurus karena banyak masalah. Setiap ke rumahnya (saat itu dia sudah dikaruniai anak seumur diffa), aku tak pernah bertanya apa apa, karena dia memang selalu menutupi keberadaan suaminya, tapi saat itu, kalo tidak salah, tiga bulan sebelum kepergiannya, dia berterus terang bahwa suaminya sudah lama meninggalkannya..tanpa jejak, bahkan terucap dari bibir anaknya bahwa "bapak itu jahat"...saya cuma terdiam, tak tahu harus berkata apa..tak mengerti harus menolong apa...
Teman, aku tak bisa banyak membantu...bahkan pada saat akhirmu pun, saat kau bertanya tentang aku pun, aku tak ada disana...tapi teman, aku hanya bisa menyesali apa yang pernah terjadi padamu, tak sedikitpun kau kecap bahagianya berumah tangga..karena sifat lemahmu justru menguras habis kekuatanmu...
Teman, ternyata pasrah tak selamanya berefek positif..ada hal hal tertentu yang harusnya kita perjuangkan, mensyukuri apa yang ada itu baik adanya..namun bersikap selalu cepat puas atas apa yang ada pun menunjukkan kelemahan kita...raihlah mimpimu selagi bisa, selagi punya kekuatan..jangan biarkan orang lain yang mengendalikan hidupmu..jangan biarkan orang lain menyakiti hatimu...karena bahagia itu sesungguhnya hanya kita yang bisa memperjuangkannya.

Semoga bermanfaat..

Senin, 17 September 2012

Aku dan Pilihanku

Sebenernya lagi ga kepengen nulis...karena ga punya ide yang "bermutu"..tapi dipikir pikir ga nulis juga ga enak..tulisan ga mesti bermutu toh buat jadi sebuah tulisan;-)...masalahnya ini blog tak anggap sebagai pengganti diary buat saya..yaangggg kira2 10 tahun lalu selalu menemani saya dimanapun berada. sayang, tuh diary dah pensiun..isinya kebanyakan sedih dan galaunya remaja hehe...jadi dah patut pensiun kan?? Diary "terbuka" satu ini haruslah berisi warna warni bahagia..yang lagi sedih ga perlu ditulis...biar jika diffa baca suatu saat kelak..yang dia tahu hanyalah kisah bahagia mamanya;-)
Ternyata, punya tiga peran penting tak selamanya enak ya...tapi dibilang ga enak juga..saya asyik asyik aja menjalaninya..bingung kan?? saya sendiri juga bingung hehe...wow..tiga peran penting? sebegitu sibukkah saya? kesannya sih begitu ya..padahal itu cuma kesannya doang hehe...kenyataannya...ga sibuk sibuk amat;-)...kira kira apa saja peran itu..

1. Menjadi Istri dan Ibu (Ibu rumah tangga)
    Kenapa ini saya taroh di atas sekali? karena sebenarnya inilah peran seorang wanita yang sesungguhnya, jika suami diibaratkan kepala..maka istri itu ibarat leher buat suami..suami memang pengambil keputusan, tapi tanpa diarahkan oleh istri, bisa jadi dia akan salah menoleh ke arah mana. Menjadi ibu yang baik ternyata juga tidak mudah, saya dikaruniai suami yang alhamdulillah super sabar menghadapi istri, tapi di lain sisi, saya dianugerahi anak yang juga supeeerrr dalam menguras emosi. Mudah..orang selalu berkata sama saya "anak baru satu kok suaranya kemana mana, anak baru satu kok diomelin melulu..bla..bla.." emang bener sih..kalo dipikir pikir emang stok sabar saya saja yang kurang...(saya tak ingin membela diri..karena dalam menghadapi anak...seberapapun salahnya anak..tetaplah orangtua yang salah). Tapi, alhamdulillah seiring waktu..saya jadi terbiasa menghadapi situasi seperti ini. Dan doakan saja, mudah mudahan ke depannya..anak semata wayang saya itu makin mudah dihadapi;-)

2. Menjadi Ibu PERSIT
    apalagi ini...menyita waktu kah..kenapa ada di prioritas kedua dalam hidup saya, karena semenjak resmi menikah..mau ga mau..suka ga suka..jabatan ini ada di pundak saya..uupss..bukan jabatan ya, lebih tepatnya status;-)..dan ternyata..persit itu bukan cuma sekumpulan ibu2 biasa lho...mereka/kami punya seabregg kegiatan...sebenarnya ini ga begitu menyita waktu andai saya tidak punya pekerjaan sendiri, kegiatannyapun asyik..olahraga..posyandu, senam...kumpul dll. tapi berhubung seringkali berbenturan dengan waktu kerja...(apalagi dulu saya kerja swasta)...rutinitas ini terasa banget merepotkan. seminggu bisa sampai dua kali izin (dengan memasang muka "tembok") tentunya. Tapi, seperti yang sering saya dengar ("itu kan resiko kalian memilih kerja, jadi harus pintar2 membagi waktu...bla..bla)...oh..andai kalian tahu kalo duluuu sekali gaji TNI itu cukup buat makan tapi ga cukup untuk mempersiapkan masa depan...tapi nurani saya juga berbisik, emang kalo seandainya pada saat itu gaji cukup, saya tetap rela berhenti kerja?..saya jawab dengan PASTI..TIDAK..karena saya butuh sesuatu buat mengaktualisasikan diri..buat menghilangkan stres yang saya punya...(ini cuma dari sudut pandang saya terhadap diri saya sendiri, saya pun menghormati pilihan orang lain, yang jelas hidup itu pilihan dengan segala konsekuensinya).

3. Menjadi Pekerja
    Saya tidak bilang wanita karier..terlalu tinggi kalimat itu buat saya..wanita karir itu wanita yang mendedikasikan hidupnya buat karir, tapi saya hanya seorang ibu dan istri yang kebetulan bekerja. Saya masih punya banyaak waktu buat mengurus keluarga saya, pagi hari saya baru berangkat kerja setelah diffa berangkat sekolah, itupun sudah sempat menyiapkan sarapan buat anak dan suami (jangan bicara tentang waktu ya..karena sudah pasti saya telat sampe kantor hehe). Keperluan siang hari sudah saya amanatkan kepada asisten rumah tangga saya hehe...dan malam hari, saya melepaskan semua pekerjaan untuk menjadi "guru" buat diffa...menjadi teman diskusi buat suami.

Nah...ini sebenernya ulasan yang ga penting penting amat sih ya...hanya buat menuntaskan hobi saya;-)...tapi mungkin ada kata kata yang ingin saya sampaikan...

  • siapapun kamu...setinggi apapun jabatanmu diluar...keluarga haruslah tetap menjadi prioritas
  • Apapun pilihan hidupmu..entah itu IRT tulen, entah itu wanita bekerja, entah jadi wiraswasta..syukurilah dan terimalah segala konsekuensi yang ada..karena hidup itu memang pilihan


                                           

Sabtu, 01 September 2012

NAPAK TILAS

September 2003

tepat setelah melakukan operasi di bulan agustus...aku "diusir" orang tuaku lari dari kota dimana aku lahir...dimana aku besar dan dimana aku menuntaskan pendidikanku. bukan tanpa alasan...kota tercinta itu sedikitpun tak memberiku kesempatan untuk bersaing dan mendapatkan pekerjaan secara "sehat"..pergi dan mengejar impian di luar adalah hal yang kuanggap sangat tepat pada saat itu.

April 2004

7 bulan luntang lantung nyaris kehabisan uang (maklum, saat itu dana sangat terbatas, untung aja ga bayar indekos;-))..Tuhan melihat hamba-Nya yang nyaris putus asa ( selalu menangis pengen pulang)..tawaran bekerja datang....haduh...kalo mengikuti idealisme....sungguh jauh dari impianku...tapi karena kepepet dan memang pengen belajar kerja...tawaran itu kusambut sukacita...(bukannya aku tak pernah diterima di tempat lain...pernah diterima jadi guru tapi nuraniku menggugat..apa yang akan kuberikan pada anak didikku jika aku saja menjalaninya setengah hati...)...jadilah aku kerja kantoran...Ilmu ilmu teknikku perlahan ditelan dengan hitungan hitungan debet kredit;-))...

Juni 2005

hehe...tak perlu lama merantau untuk bertemu pujaan hatiku...toh cita citaku untuk menikah tepat di hari ultahku tercapai sudah...sungguh, sampai titik ini...aku merasa Tuhan teramat baik padaku...satu demi satu doaku dikabulkan....namun tentu saja berliku cobaan yang harus kuhadapi untuk sampai di titik ini.

Desember 2006

Lagi lagi Tuhan memberiku keajaiban...putri kecilku lahir sebagai pelengkap hidupku...satu lagi momen tak terlupakan menjadi catatanku.

Mei 2008

Keputusan terberat dalam hidupku...aku yang sudah betah bekerja...terpaksa memilih...tetap bekerja dengan konsentrasi terpecah atau berhenti dengan resiko menjadi IRT sepenuhnya. Dilema...tapi aku tak pernah membiasakan diri untuk lari dari masalah...hidup itu pilihan...apapun resikonya...tentu harus aku hadapi. Aku memutuskan berhenti tepat di usia diffa 1,5 tahun. Namun ternyata, tak mudah menjadi IRT sepenuhnya..aku benar benar dilanda stres panjang...emosiku tak pernah stabil...saat itu, suami jarang di rumah...terkadang ga pulang berhari hari...semntara tidak mudah menghadapi diffa seorang diri....lelah, bosan benar benar membelit hari hariku. Cuma sebulan bertahan..bulan berikutnya aku memutuskan mengirimkan lamaran lamaran pekerjaan lagi. Ternyata tak mudah, saingan sainganku kebanyakan cewek cewek yang baru lulus kuliah, untuk bekerja di tempat yang jauh pun..izin dari suami ga tembus...saat itu aku hanya membatin...ya Allah...berikan jalan keluar buat kami terutama aku...yang ingin bekerja tapi juga tak mungkin mengabaikan keluarga...

Desember 2010


Tangan Tuhan kembali bekerja...aku yang pd bulan september cuma "ikut-ikutan" tes CPNS...benar benar tak menyangka...bahwa diantara sekian ratus itu, ada namaku di dalamnya...masih terngiang saat suamiku bilang : ngapain capek capek tes..kalo ga punya uang, mending ga usah ikut tes sama sekali (apalgi pada saat itu aku ikut tes di dua kota yang berjauhan..tanggal 9 september tes di prabumulih..seminggu berikutnya tes di cilegon)...tapi dasar nekat...memang sifatku..semakin diremehkan..aku akan semakin berkutat membuktikan diri...Alhamdulillah...doa ortu..doa saudara...tentunya juga tak lepas keridhaan suamiku memudahkan langkahku...Subhanallah....

September 2012

Tepat sembilan tahun aku di perantauan...makin lama aku makin mencintai kota ini...bukan hanya karena kota ini yang terus memberiku kesempatan...tetapi juga karena disini kutemukan hidupku....